Ketika
fajar mulai muncul, tampaklah
seorang gadis sedang
menyusuri jalan panjang
berkelok dekat rumahku.
Gadis dengan tinggi
kira – kira 160cm itu
berparas cantik. Rambutnya
yang panjang indah,
melengkapi kecantikan wajahnya.
Dengan mengenakan seragam
sekolah lengkap, digendongnya
tas berwarna merah
yang dari luar
terlihat sesak dengan
buku – buku pelajaran. Kulihat
sepasang sepatu penuh
lubang tak layak
pakai menempel di
kedua kakinya. Namun
demikian, ia tetap
menapaki jalan dengan
penuh semangat. Setiap
berjumpa dengan seseorang,
ia selalu tersenyum
lebar menampakkan keramahan.
Dia adalah Ratna
gadis cantik yang
selalu semangat.
Ratna
terlahir dari sebuah
keluarga yang memiliki
kesulitan ekonomi. Ayahnya
hanyalah seorang tukang
sol sepatu keliling.
Beliau hanya berkeliling
di sekitar desaku.
Pendapatan yang dihasilkan
per hari paling
banyak Rp.25000,00. Sedang
ibunya, adalah seorang
penjual gorengan di
pagi hari yang
berpenghasilan per hari
Rp.10000,00 hingga Rp.15000,00.
Sulit dibayangkan bagaimana
cara mereka menghidupi
anak – anaknya. Padahal, selain
Ratna mereka masih menanggung biaya
hidup dua orang
anak. Ratna memiliki
dua adik yang
berumur 7 dan
3 tahun.
Ratna
bersekolah di sebuah
SMK di Gombong.
Jarak rumahnya dengan
sekolah berkisar 10km.
Oleh sebab itu,
ia selalu berangkat
sangat pagi agar
tidak terlambat sampai
di sekolah. Memang,
tiba di sekolah
ia masih memiliki
banyak waktu sebelum
jam pelajaran dimulai.
Namun, ia bukanlah
seorang yang senang
menyia – nyiakan waktu. Teman – temannya yang
telah tiba di
sekolah memilih bergabung
menjadi satu di
luar kelas hanya
untuk memperbincangkan sesosok
lelaki yang sedang
menjadi idaman mereka.
Tapi, lain dengan Ratna.
Ia lebih memilih
tetap berada di
dalam kelas dengan
tenang meski harus
sendiri. Dibalik ketenangannya, dibacanya
buku pelajaran yang
hendak diajarkan hari
ini. Sama sekali
dirinya tidak peduli
dengan apa yang
dilakukan teman – temannya. Yang
ada dalam pikirannya
hanyalah belajar agar
tidak mengecewakan kedua
orang tuanya serta
mempertahankan beasiswa anak
berprestasi yang telah
ia dapat selama
ini di SMK
itu. Sesekali temannya
berkata,
“Hey
Ratna untuk apa
kau belajar terus – menerus, toh
kami semua belum
ada yang mampu
mengalahkan kepintaranmu.”
Tapi,
itu tak pernah
membuatnya kendor belajar. Ia
justru lebih bersemangat
untuk selalu belajar.
Terkadang ada juga
yang melontarkan ejekan – ejekan seperti,
“Dasar
kutu buku ! Adanya cuma
membaca buku. Apa
cukup berteman dengan
buku ? Lama – lama
tak ada teman
yang mau mendekatimu..haha”
Itupun,
tak membuatnya berhenti
belajar. Ratna selalu
yakin teman – temannya tetap
mau mengenal dirinya.
Memang benar, karena
ia seorang anak
yang cerdas sehingga
teman – temannya senang berteman
dengannya. Meski ia
tidak pernah bergabung
saat membicarakan lelaki
idaman, tapi teman – temannya selalu
membutuhkan bantuannya saat
mengalami kesulitan dalam
pelajaran.
Ketekunannya selalu
membawa keberuntungan. Ia
selalu menjadi bintang
kelas dan mendapat
peringkat pertama dalam
1 jurusan. Karenanya,
ia mendapatkan beasiswa
anak berprestasi hingga
saat ini. Jika
tidak mendapatkan itu,
mungkin ia tergolong
anak yang putus
sekolah karena keadaan
keluarga yang sangat
tidak memungkinkan. Awalnya
orangtuanya tidak menyetujui
Ratna melanjutkan pendidikan
ke jenjang SMK.
Apalagi bila harus
masuk SMK yang
menjadi pilihan anaknya.
Itu disebabkan mereka
tidak mampu berfikir
bagaimana harus membiayai
pendidikan anak sulungnya
yang begitu mahal sedang
untuk makan saja
susah. Tapi, Ratna
berusaha meyakinkan kedua
orangtuanya. Ia tak
ingin ilmunya berhenti
hingga tingkat SMP.
Berkat dukungan salah
seorang orangtua teman
Ratna, akhirnya orangtuanya
pun mengizinkannya untuk
melanjutkan pendidikan.
Ratna pernah
sedikit bercerita kepadaku
tentang kejadian 3
tahun lalu. Begini
ceritanya :
Ratna pernah
mengalami kejadian yang
sangat menyedihkan. Ia
hampir kehilangan perannya
sebagai seorang anak.
Kesalahan yang begitu
besar dibuatnya. Bantahan – bantahan yang
begitu kuat dikeluarkan
untuk membuat hati
ayahnya luluh. Tapi,
ternyata salah perkiraan.
Ia justru diusir
dari rumahnya. Waktu
itu ia berkata,
“Pak,
aku mohon izinkan
aku sekolah lagi.
Aku tidak ingin
putus sekolah. Aku
ingin seperti teman – temanku.”
“Ratna,
bapak kan sudah
bilang kau tidak
usah sekolah lagi.
Sudah saatnya kau
membantu kami untuk
membiayai adik – adikmu.” Kata
ayahnya.
“Tapi
pak, aku masih
sangat ingin sekolah.
Aku janji tidak
akan mengecewakan bapak
bila aku sekolah
nanti.” Katanya merengek.
“Tidak ! Bapak
tetap tidak akan
mengizinkan !” Kata
ayahnya dengan nada
tinggi.
Saat itu juga
Ratna terisak. Ia
bersujud di kaki
ayahnya sambil terus
memohon.
“Pak, aku
mohon pak.”
“Tidak ya
tetap tidak !”
kata ayahnya tegas.
“Bapak jahat
! Bapak ini
orangtua apa, anak
mau sekolah tidak
didukung. Jika aku
pintar juga untuk
keluarga !” Begitu
tinggi nadanya. Entah
setan apa yang
menghasutnya sehingga ia
mampu membentak ayahnya.
“Dasar
anak kurang ajar
! Kau sudah
berani bentak bapakmu
ini ?! Apa
kau sudah lupa
siapa yang membiayai
hidupmu hingga kini
? Sudah lupa
kau ?!” bentak ayahnya
tidak terima dengan
perkataan anaknya. Ditendangnya
tubuh Ratna yang
sedang bersujud di
kakinya. Ratna pun
berontak ,
“Ya sudah
terserah bapak !
Sekarang mau bapak
apa ?” tanyanya
sambil terus terisak.
“Kurang ajar
! Dasar anak
durhaka !” dan…
“Plllaakkkk !” ditamparnya
pipi Ratna.
“ Pergi
kau dari rumah
ini ! Pergi
! Anak durhaka
pergi kau !”
diusirnya Ratna dari
rumah.
Dengan
segera Ratna berlari
keluar rumah, awalnya
ia seperti tanpa
arah. Namun akhirnya
ia tiba pada
sebuah rumah milik
temannya yaitu Ika.
Diketuknya pintu rumah
Ika. Hingga ia
dipersilahkan masuk. Dijelaskannya
tentang kejadian yang
menimpa dirinya. Bu
Desi yang mendengar
merasa iba. Beliau
adalah bunda Ika.
Ia adalah seorang
pengusaha sukses yang
dermawan. Bu Desi
bergegas menuju rumah
Ratna untuk mengantarkannya pulang
dan meyakinkan ayahnya
agar Ratna bisa
sekolah lagi.
Bu Desi menjelaskan
maksud kedatangannya kemudian
beliau berkata,
“Pak,Bu,
yakinlah anak kalian
akan bisa menjadi
orang besar. Saya
yakin ia mampu
mengangkat derajat keluarga
nantinya.”
Namun,
tak jarang Bu
Desi justru mendapat
bantahan dari orangtua
Ratna. Ayah Ratna
berkata,
“Darimana ibu
tahu ? Saya
ini kan orangtuanya.
Saya lebih tahu
mana yang pas
untuk anak saya.
Dan saya rasa
anak saya sudah
saatnya mencari uang
untuk membantu membiayai
kedua adiknya. Ya
kalau untuk mengangkat
derajat seharusnya bekerja
bukannya sekolah bu.”
Bu Desi tetap
bersikukuh agar Ratna
dapat melanjutkan sekolah.
Ia pun berkata,
“Bapak
benar, bapak memang
ayah Ratna. Tapi,
saya ini hanya
ingin Ratna menjadi
seorang yang sukses.
Ini untuk kebaikan
keluarga Bapak juga.”
“Saya
tahu bu. Tapi
siapa yang akan
membiayai anak saya
? Jujur saya
sudah tak mapu
memikirkan biaya sekolahnya.
Untuk makan kami
berlima terkadang uang
yang saya dapatkan
juga masih kurang.
Tak mampulah saya
bila harus membayar
biaya sekolah yang
begitu mahal.” tutur
ayah Ratna.
“Iya
benar bu.” sahut
ibu Ratna.
“Jika
itu, bapak dan
ibu tidak perlu
khawatir. Saya yang
akan menanggung seluruh
biaya sekolahnya. Bagaimana
?” kata bu
Desi.
“Ibu
tidak usah bercanda,
ibu ini kan
orang lain tidak
ada ikatan darah
sama sekali dengan
keluarga kami. Mana
mungkin ibu akan
menanggung biaya sekolah
anak saya ?”
kata ayah Ratna
tidak percaya.
“Saya
memang tidak ada
ikatan darah dengan
keluarga Bapak, tapi
saya ingin membantu
anak Bapak. Karena
anak Bapak anak
yang cerdas. Sangatlah
sayang bilamana ilmunya
berhenti sampai di
sini.” Terang bu
Desi.
“Atau jangan
– jangan ibu memiliki
maksud terselubung ?
Apakah setelah anak
saya lulus ibu
akan menjual anak
saya untuk menguntungkan
ibu ? Jahat
sekali ibu ini.
Lebih baik ibu
sekarang keluar dari
rumah saya !
Saya tidak butuh
bantuan ibu !”
bentak ayah Ratna.
Sepertinya ia khawatir
anaknya hanya dimanfaatkan
oleh bu Desi.
“Bapak,
sebelum saya keluar,
izinkan saya berkata
bahwa saya tidak
ada maksud apapun.
Saya tulus membantu
anak bapak. Tidak
ada dalam fikiran
saya hendak memanfaatkan
anak bapak. Saya
akan pulang dan
terimakasih.” Kata bu
Desi yang kemudian
pergi meninggalkan rumah
Ratna.
Kata – kata
ibu Desi terus
terbayang dalam
pikiran ayah Ratna
hingga malam hari
beliau tak mampu
memejamkan mata. Beliau
berkata kepada istrinya,
“Menurutmu
bagaimana bu ,
apa kita izinkan
Ratna untuk bersekolah
lagi ?”
“Terserah
bapak saja. Tapi
menurutku bu Desi
tulus hendak membiayai
anak kita.” Jawab istrinya.
“Ya sudah
besok kita ke
rumahnya. Sekarang lebih
baik kau istirahat.”
Kata ayah Ratna.
Sementara
istrinya tertidur, ia
memikirkan bagaimana kata – kata
yang pas untuk
menerima tawaran itu
serta meminta maaf
karena ia telah
mengusir bu Desi.
Ayah Ratna pun
bangun dari tempat
tidurnya dan keluar
kamar. Rupanya di
luar ada anak
kesayangannya Ratna. Sebenarnya,
dari tadi ia
mendengarkan perbincangan ayah
dan ibunya. Ratnapun
memohon kepada ayahnya
agar diizinkan bersekolah
lagi serta meminta
maaf atas apa
yang dilakukannya siang
hari tadi. Ayahnya
menjelaskan bahwa ia
akan mengizinkannya melanjutkan
pendidikan dengan menerima
tawaran ibu Desi.
Beliau juga meminta
maaf telah menampar
Ratna dan mengusirnya
dari rumah. Ratna
sangat bahagia dan
ia dapat tidur
nyenyak malam itu.
Keesokan
harinya, ayah Ratna
mengunjungi rumah bu
Desi. Ia meminta
maaf kepada bu
Desi karena telah
berbuat kasar dan
menjelaskan bahwa ia
akan mengizinkan anaknya
melanjuttkan pendidikan. Dengan
senang hati bu
Desi memaafkan ayah
Ratna karena ia
juga memaklumi perasaannya.
Itulah
cerita Ratna kepadaku.
Ternyata ia mau
sekolah harus melalui
perjuangan sulit. Diawali
percekcokan yang demikian,
akhirnya Ratna bisa
bersekolah di SMK
ini. Bahkan baru
semester pertama ia
telah menunjukkan prestasinya.
Sehingga ia mendapatkan
beasiswa anak berprestasi.
Bahkan hingga saat
ini ia mampu
mempertahankannya. Jadi, ia
tak perlu lagi
bergantung pada bu
Desi.
Dari
kecil ia memiliki
cita – cita menjadi seorang
penulis. Di jenjang
SMK pun ia
mulai membuktikan kemampuannya.
Terutama di kelas
3 ini. Sedikit
demi sedikit kejuaraan
menulis diraihnya. Mulai
dari menulis puisi,
cerpen, dll. Yang
ia inginkan di
masa mendatang adalah
menjadi penulis novel
terkenal.
Pelajaran
Bahasa Indonesia yang
ia dapat di sekolah sangat
membantunya dalam pembuatan
karya – karya tulisnya. Ketika
ia diperintahkan membuat
referensi dari sebuah
cerpen atau film,
tak pernah ia
mendapat nilai kurang
dari 95. Selalu
didapatkannya nilai tertinggi
di kelas. Teman – temannya terkagum
dengannya.
Lincah
tangannya saat menuliskan
bait – bait puisi. Jari
tangannya bergerak cepat
menuliskan karangannya. Tak
lelahnya ia berlatih
membuat karya tulis.
Memang ia sangat
pandai berkata – kata. Ia
selalu berkata, “Ketika
pena bicara selarik
kata menyilau dunia.”
Karya – karyanya
banyak membawa berkah.
Kini tak ada
lagi sepatu tak
layak pakai karena
ia telah mampu
membeli sepatu dari hasil
karyanya. Tak ada
lagi seragam kumal
karena ia mampu
membeli seragam baru
dari hasil jerih
payahnya.
Ketika
pena bicara .Ya sebuah
perjalanan hidup seorang
gadis cantik. Perjalanan
hidup Ratna selama
ini merupakan perjalanan
hidup penuh cinta.
Tanpa cinta, ia
takkan pernah mendapatkan
yang ia inginkan.
Dari
kisahnya, kudapatkan sebuah
arti kehidupan. Untuk
mendapatkan sesuatu haruslah
kita berjuang mendapatkannya. Hidup
pun harus dipenuhi
dengan cinta agar
kita mampu bertahan
dalam segala keadaan.
Tidak ada yang
mudah dan tidak
ada yang sulit.
Jika berusaha dan
berdoa tentulah semua
akan berujung indah.